Biografi Basoeki Abdullah (bagian 2)
Biografi Basoeki Abdullah
Sisi lain Basoeki Abdullah
Basoeki Abdullah dan Keluarga
Terakhir pada tanggal 25 Oktober 1963, Basoeki Abdullah kembali menikah dengan seorang wanita Thailand bernama Nataya Nareraat sampai akhir hidupnya dan dikaruniai seorang putri bernama Cicilia Shidawati.
Meninggalnya Pelukis Basoeki Abdullah
Pada hari jum’at, tanggal 5 Nopember 1993, Basoeki Abdullah (diusia 78) meniggal secara tragis dirumah kediamannya (sekarang menjadi Museum Basoeki Abdullah). Ia terbunuh dipagi hari oleh seorang pencuri yang dibantu tukang kebunnya sendiri yang berusaha mencuri koleksi jam tangan kesayangannya. Ia ditemukan oleh pembantunya dalam posisi tertelungkup, dengan tangan masih memegang kacamata, disertai wajah dan kepala berdarah. Suatu peristiwa yang tidak pernah terbayangkan dalam pikiran kita. Banyak sekali media yang mencatat peristiwa terbunuhnya pelukis ini. Jenazah Basoeki Abdulllah kemudian dimakamkan didesa Mlati, Sleman Yogyakarta, bersanding dengan makam dr. Wahidin Sudirohusodo, kakek yang amat dicintainya.
Klasifikasi Karya Basoeki Abdullah
Persoalan mengindentifikasikan kini memang tidaklah sederhana. Melihat karya-karya Mooi Indië kemudian tidak semata perkara Barat dan Timur atau Perkara Nasionalis dan bukan Nasionalis atau perkara indah dan tidak indah. Maka saat ini alangkah menarik jika kita telusuri rupa karya yang memberi kesan yang jauh dari sekedar identifikasi yang lumrah tersebut. Pendangan lain sesungguhnya juga muncul dalam melihat lukisan-lukisan Mooi Indië.
Secara umum lukisan-lukisan Basoeki Abdullah diyakini berpijak pada tradisi melukis Romantisisme dan Naturalime. Artinya, apa yang tergambarkan dalam kanvas selalu terlihat memanjakan mata dan memperlihatkan kemampuan mencerap keindahan secara fisik, member hasrat untuk “cuci mata” (voyeuristic). Gagasan-gagasannya tidak memperlihatkan sis-sisi terdalam tentang suatu ide. Tanda atau eksekusi visual tampak lebih beraroma pada permukaan kanvas, bukan keindahan makna. Dengan demikian dapat ditenggarai bahwa Basoeki lebih pada pelukis yang mengatasnamakan keindahan visual, keindahan indra mata.
Bias jadi semua ini disebabkan oleh kesadaran bahwa lukisan adalah ‘cermin kepatuhan diri’. Lukisan adalah wadah tentang manusia yang selalu cenderung ingin lahir kedua kali dengan kualitas yang lebih tinggi, lebih indah dan lebih baik. Ia memang tidak basa-basi terhadap semua objeknya. Basoeki sadar betul mengapa banyak orang yang ingin digambarnya. Meraka ada yang beranggapan dengan lukisan (dari tangan Basoeki Abdullah) diri sang objek bagai pindah ke duani surgawi. Basoeki sendiri tentu sadar tentang lukisan-lukisannya. Basoeki menganggap bahwa ini lukisan, bukan potret.
Singkatnya, posisi lukisan dalam pikiran Basoeki adalah lebih tinggi (disbanding foto atau dunia realitas misalnya), serta member peluang munculnya dimensi non-real yang jauh dari realitas itu sendiri. Dengan kata lain, keindahan lukisan-lukisan Basoeki adalah keindaha salon, keindahan yang direkayasa oleh pikiran dan imajinasi pelukis. Dalam konteks lain, lukisan Mooi Indië telah jauh dari akar yang sebelumnya menumbuhkan yaitu tradisi mendokumentasikan alam.
Menurut dokumen yang ada, karya-karya Basoeki Abdullah dapat diklasifikasikan dalam 5 jenis atau kategori tema, yaitu :
1. Potret
Dalam kategori ini karya-karya masuk di dalamnya adalah potret yang para pembesar maupun maupun lukisan potret pesanan yang pernah dibuat oleh Basoeki Abdullah. Kategori ini dianggap sebagai sesuatu yang khas dan ketat, karean dalam hal ini siapa yang ada dalam lukisan adalah mereka yang dikenal atau mereka yang digambar secara khusus maupun lukisan potret diri sendiri. Untuk ketokohan dan konsep teknik yang presisi atau kemiripan wajah menjadi nilai utama. Mungkin jika dipaksa menjadi dokumen, kategori inilah yang paling dekat “bertugas” untuk itu.
2. Figur Manusia
Dalam kategori ini, karya-karya yang termasuk di dalamnya adalah lukisan sengan model manusia sebagai objek. Kategori ini lebih mengutamakan figure manusia yang tidak mementingkan aspek ketokohan sang subjek atau figure yang digambar. Secara visual, manusia dalam lukisan kategori ini tentu saja lebih banyak mengekspos tubuh secara utuh dan tak dibebani oleh konsep karya seni pesanan dan biasanya digambar sendiri maupun lebih dari satu orang. Dalam kategori ini tidak dibatasi oleh persoalan kemiripan maupun ketokohan. Beberapa contoh di dalamnya termasuk figure-figur perempuan telanjang atau sosok-sosok yang digambar karena alasan-alasan tertentu seperti manusia dalam aktivitas budaya, aktivitas sehari-hari, anak-anak, ataupun karena kedekatan dengan konsep tentang humanism dan “keindahan manusia” versi Basoeki Abdullah.
3. Lanskap Alam
Dalam kategori ini, lukisan yang termasuk kedalam di dalamnya adalah yang bertema pemandangan alam (gunung dan laut), situasi masyarakat yang sedang beraktifitas (seperti membajak sawah) sampai pada karya-karya yang melukiskan objek binatang dan tetumbuhan, baik bersama-sama maupun sendirian. Dalam kategori lanskap alam, kita juga akan menemui karya-karya yang memadukan figure (biasanya wanita telanjang) yang sedang mandi di sungai atau pegunungan. Dalam kasus ini keutamaan tema yang menjadi aspek penting dalam ketegorisasi.
Karya-karya lanskap Basoeki Abdullah tergolong bertipe lukisan lanskap gaya Inggris, seperti yang digubah oleh John Constable. Sedikit dengan gaya langit yang dikembangkan oleh gaya cat air William Turner. Meskipun Basoeki menambah kesan indah-indah tetapi ia masih tergolong tak melakukan penympangan terlalu jauh. Objek yang diambil tak terlalu berubah dan masih “alami”, jika dibandingkan dengan gaya lukisan Belanda maupun gaya Ideal-Klasik meski semua masih dalam kerangka aliran Romantisme.
4. Drama, Mitos & Spiritualitas
Kategori ini ingin menggambarkan situasi pikiran Basoeki Abdullah yang penuh dengan sikap-sikap religious, serta spirit local dengan pembawaan yang romantis. Dalam kategori ini sejumlah tema dapat dimasukan, seperti cerita pewayangan (seperti Pergiwa-Pergiwati atau Gatot Kaca melawan Antasena), dunia religi (Jika Tuhan Murka), cerita rakyat (Joko Tarup), duni mitos (Nyi Roro Kidul) maupun hal-hal yang terkait dengan tema-tema yang bersifat naratif, seperti Korban Kelaparan di Padang Tandus dan karya Batu-Batu Bersejarah. Kategori ini menandai rangkaian pemikiran Basoeki Abdullah yang tak bisa lepas dari peran sosialnya sebagai anggota masyarakat.
5. Kebangsaan
Sedangkan kategori ini merupakan sekumpulan karya-karya yang dimaksudkan sebagai bentuk sikap-sikap dukungan pada upaya pemerintah dalam konteks berbangsa dan menandai jejak-jejak yang menorehkan kepedulian terhadap persoalan sejarah bangsa. Karya-karya yang ada dalam potret ini dapat berupa potret para pahlawan dan isu perihal nasionalisme. Karya-karya yang bersifat mengetengahkan promosi kebudayaan dapat dimaksukkan dalam kategori ini. Contoh karyanya adalah Pangeran Diponegoro, Dr. Wahidin Sudirohusodo, Ir. Soekarno, gambar-gambar yang dibuat dalam rangka program kerjasama antar bangsa seperti poster gerakan Non-Blok dan sketsa-sketsa masa Revolusi RI.
Goresan Basoeki Abdullah Dalam Perjuangan Bangsa
Khalayak mengenal sosok Basoeki Abdullah sebagai pelukis Mooi Indie, sekaligus potretlisyang mumpuni sehingga karya-karyanya kini banyak tersebar di banyak museum, galeri, dan bahkan istana di dalam dan luar negeri. Tidak dapat dipungkiri, stigma tersebut muncul karena memang banyak karya Basoeki Abdullah yang menceritakan tentang keindahan alam Indonesia, tokoh negara, dan kecantikan wanita. Sehingga karya-karya Beliau yang menceritakan tentang perjuangan Indonesia di masa sebelum dan sesudah kemerdekaan kerap terabaikan dan tidak diketahui oleh masyarakat.
Semua berawal dari kekaguman Basoeki Abdullah kecil terhadap figur kakeknya, dr. Wahidin Sudirohusodo dan beberapa tokoh lainnya seperti Pangeran Diponegoro dan Mahatma Gandhi, yang telah mempengaruhi pemikiran Beliau hingga akhir hayatnya. Hal tersebut tampak dari kekagumannya yang dituangkan melalui hasil karya lukisnya. Selain itu Basoeki Abdullah juga turut mengagumi Bung Karno karena cita-citanya yang ingin mewujudkan Indonesia merdeka.
Jika kita menelisik sejarah Basoeki Abdullah turut berperan bagi Bangsa Indonesia dengan cara bergabung sebagai tenaga pengajar, terutama seni lukis, pada organisasi Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA). Dengan bergabung dengan organisasi ini, Basoeki Abdullah semakin memahami betapa sulitnya lika-liku politik. Sehingga Basoeki menyadari bahwa PUTERA merupakan sebuah tenaga awal yang dapat menjadi titik untuk memulai perjuangan, meskipun sebenarnya Ia tidak menyetujui dengan konsep yang terkandung dalam pendirian organisasi tersebut.
Pada masa-masa inilah Basoeki Abdullah kerap melukiskan perjuangan Bangsa ini dalam merebut kemerdekaan. Dua sketsa Basoeki Abdullah, yakni Sketsa Revolusi Perjuangan Indonesia (tahun pembuatan belum diketahui), yang dibuat sebanyak dua karya, secara keseluruhan menggambarkan proses perjuangan Bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya.
Sketsa pertama menggambarkan proses perjuangan kemerdekaan Indonesia, mulai dari kedatangan sekutu di Indonesia, terbentuknya Tentara Nasional Indonesia (TNI), penandatanganan naskah penyerahan kedaulatan antara Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan pemerintahan Belanda yang diwakili Sultan HB IX dan A. J. Lovink, hingga haru birunya Istana Merdeka saat Merah Putih dikibarkan. Sementara itu sketsa kedua menggambarkan suasana heroik pertempuran TNI, hingga elit-elit politik Indonesia saat itu. Kedua sketsa tersebut menjadi dokumentasi sejarah perjuangan Bangsa Indonesia yang dikemas dengan cita rasa seni yang tinggi.
Basoeki Abdullah adalah sosok yang berjuang demi Bangsanya dengan cara tidak mengangkat senjata. Ia lebih memilih dengan cara yang dicintainya, yakni dengan goresan kuas. Benua Eropa pun sempat dibuat geger pada tahun 1948 ketika lukisan Beliau terpilih sebagai pemenang, mengalahkan 87 pelukis Eropa, saat diberlangsungkan sayembara lukis dalam rangka penobatan Ratu Juliana. Saat itulah daratan Eropa mengenal Basoeki Abdullah dan Indonesia, sebagai Negara yang berbudaya dan berseni tinggi.
Merekam Perjuangan Bangsa Lewat Sketsa
Sebagai sosok yang turut mengalami era kemerdekaan, Basoeki Abdullah, seperti halnya pemuda lainnya, memiliki rasa kebangsaan yang tinggi dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tidak dengan cara mengangkat senjata, Basoeki Abdullah justru berjuang dengan cara mengangkat kuas dan penanya. Salah satu karya sketsanya menceritakan tentang revolusi perjuangan yang dialami Bangsa Indonesia.
Lukisan bertemakan revolusi perjuangan yang pertama ini merekam jejak perjuangan kemerdekaan Indonesia, mulai dari kedatangan sekutu di Indonesia yang bertujuan melucuti tentara Jepang dan menjaga status quo. Hal tersebut nampak dalam gambar panglima tentara sekutu Lord Louis Mounbatten yang dilatari lukisan peralatan militer. Selain itu juga ada lukisan empat tentara dari berbagai unsur, mulai dari mantan prajurit PETA, KNIL, hingga laskar-laskar, yang berdiri berdampingan. Ini merupakan perlambang terbentuknya Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari unsur-unsur tersebut.
Dua potret pemimpin redaksi surat kabar Merdeka (B. M. Diah) dan Kedaulatan Rakyat (Soemantoro) adalah hal yang menarik untuk disimak dalam lukisan tersebut. Potret tersebut menggambarkan dua kota yang sangat penting dalam perjuangan kemerdekaan, yakni Jakarta dan Yogyakarta. Dua kota inilah yang menjadi Ibukota Indonesia. Jakarta sebagai Ibukota pertama yang kemudian diduduki sekutu, dan Yogyakarta sebagai Ibukota baru setelah terjadinya peristiwa tersebut.
Surat kabar Merdeka yang mewakili Jakarta pertama kali terbit pada 1 Oktober 1945, melalui peran B.M. Diah dan kawan-kawan yang mengambil alih kantor surat kabar Asia Raya milik Jepang. Sedangkan surat kabar Kedaulatan Rakyat yang terbit pada 27 September 1945, dan menjadi corong perjuangan bagi revolusi kemerdekaan Indonesia di Yogyakarta, merupakan surat kabar yang terbit di Yogyakarta. Melalui potret B. M. Diah dan Soemantoro, Basoeki menunjukan tidak hanya pentingnya dua kota tersebut, namun juga pentingnya media pers sebagai corong perjuangan Indonesia.
Peristiwa yang selanjutnya direkam adalah peristiwa penandatanganan naskah penyerahan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Belanda pada 27 Desember 1949. Pada sketsa tersebut digambarkan Sri Sultan Hamengkubuwono (HB) IX yang mewakili RIS, dan A. H. J. Lovink, sebagai wakil dari Kerajaan Belanda. Sketsa tersebut dilatari Istana Negara yang digambarkan dipenuhi lautan manusia.
Goresan-goresan pada sketsa tersebut menceritakan mengharu birunya peristiwa tersebut ketika bendera Belanda diturunkan, dan digantikan oleh Sang Saka Merah Putih, yang berkibar dengan iringan teriakan “Merdeka, merdeka!” Selain itu, sebagai pamungkasnya pada bagian tengah lukisan terdapat lambang Garuda dan Merah Putih, yang menyimbolkan puncak perjuangan Bangsa Indonesia ketika mencapai cita-cita sebagai Negara yang berdaulat.
Karya lukis Sketsa Perjuangan Revolusi Indonesia ini merupakan sebuah fragmen, sebuah rangkaian cerita sejarah perjuangan Bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang dikemas dalam bentuk ilustrasi yang apik. Secara keseluruhan lukisan ini telah merekam jejak proses perjuangan Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Karya ini telah menjadi dokumentasi sejarah perjuangan bangsa Indonesia, yang dapat kita pelajari dan kita petik nilai-nilainya sebagai sebuah pembelajaraan bagi para generasi penerus dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan di masa sekarang, maupun yang akan datang. Inilah sumbangsih dan warisan berharga yang diberikan seorang Basoeki Abdullah kepada kita, anak-anak Bangsa.
Pangeran Diponegoro, Inspirasi yang Menginspirasi
Dari manakah kita mengenal sosok Pangeran Diponegoro yang melegenda? Apakah dari buku-buku pelajaran sejarah? Atau dari patung-patung Beliau yang berada di sudut-sudut kota? Jika iya, tahukah jika sesungguhnya citra yang tergambar dalam buku maupun patung tersebut sesungguhnya terinspirasi oleh lukisan Pangeran Diponegoro, karya Basoeki Abdullah?
Sedari kecil Basoeki Abdullah adalah sosok yang sangat mengagumi tokoh-tokoh yang berjuang untuk kemerdekaan bangsa dan negaranya, salah satunya adalah Pangeran Diponegoro. Pahlawan yang telah menjadi bagian hidup dari perjalanan sejarah Bangsa Indonesia ini sedikit banyak telah menginspirasi Basoeki Abdullah dalam berkarya. Selain tentunya kekaguman Beliau akan kegigihan Pangeran Diponegoro yang pantang menyerah menentang penjajahan Belanda.
Lukisan Diponegoro Memimpin Pertempuran karya Basoeki Abdullah menggambarkan sosok Pangeran Diponegoro dengan pakaian dan memakai sorban dengan warna putih kecoklatan serta menyertakan keris yang berada di bagian depan, bukan tersembunyi di belakang. Selain itu digambarkan Pangeran Diponegoro sedang menunggangi kuda berwarna hitam yang berlari kencang dengan tangan yang menunjuk dengan jelas arah tujuan dan dipertegas dengan tatapan mata yang tajam.
Karya ini merupakan salah satu karya Basoeki Abdullah yang dibuat dengan berdasarkan imajinasi Beliau saat proses melukisnya. Visualisasi Pangeran Diponegoro menaiki kuda yang berlari tampak terlihat nyata dan seolah-olah saat itu Basoeki Abdullah hadir disana dan melukis peperangan tersebut. Padahal tentunya saat itu Basoeki Abdullah tidak berada di lokasi terjadinya perang tersebut. Terlebih lagi dalam mereka paras Sang Pangeran. Kemungkinan citra-citra tersebut ditangkap dan disampaikan dalam kanvas karena sebagai keturunan Kerajaan Mataram, Basoeki Abdullah, yang semasa kecil hidup di lingkungan kesultanan Yogyakarta dan Surakarta , mendapatkan cerita dan penggambaran sosok Pangeran Diponegoro dari lingkungan dua istana tersebut lebih daripada masyarakat umum saat itu.
Sebagai sebuah karya, lukisan Diponegoro Memimpin Pertempuran ini terasa begitu heroik, sehingga menimbulkan semangat kebangsaan saat meresapinya. Gestur tubuh Pangeran Diponegoro dengan keris, sebuah senjata tradisional asli Indonesia yang terpampang di tubuh bagian depan Sang Pangeran menyiratkan suatu keyakinan, keteguhan, dan tujuan yang jelas dalam peperangan tersebut, yakni berani menentang dan dan mengenyahkan penjajahan yang dilakukan Belanda di Pulau Jawa (Indonesia). Cita-cita tersebut juga turut dipertegas dengan pakaian ulama berwarna putih bersih yang dikenakan Pangeran Diponegoro, yang menyimbolkan niat mulia dan hati yang bersih dalam memimpin perjuangan dalam pertempuran melawan Belanda.
Semangat perjuangan pun semakin dipertegas oleh Basoeki Abdullah dengan penggambaran latar belakang lukisan yang berupa kobaran api yang dapat diinterpretasi sebagai semangat perjuangan Pangeran Diponegoro yang tak pernah padam dalam melawan penjajah. Selain itu momen ketika Pangeran Diponegoro menaiki kuda yang berlari di tengah kobaran api juga dapat menunjukan keteguhan hati Sang Pangeran dalam perjuangan untuk mengusir penjajah, meskipun begitu banyak aral rintangan yang menghadang.
Lukisan Pangeran Diponegoro karya Basoeki Abdullah bukan hanya sekadar benda estetika belaka. Goresan tangan Basoeki Abdullah tersebut telah menginspirasi banyak pihak sehingga sampai detik ini kita dapat mengetahui sosok Pangeran Diponegoro dan meneruskan semangat perjuangannya melalui buku-buku sejarah, dan bahkan pada patungnya yang terletak di kawasan Monumen Nasional. Lebih dari pada itu, melalui lukisan ini Basoeki Abdullah menyampaikan semangat perjuangan yang tak akan pernah padam dalam berjuang demi kemerdekaan, hingga titik darah penghabisan. Nilai inilah yang sebenarnya merupakan harta warisan yang sesungguhnya dari lukisan tersebut, yang ingin dibagikan kepada seluruh generasi yang hingga kini menyaksikannya.
Basoeki Abdullah dan perjalanan berkaryanya di Eropa
Selama beristrikan Maya, karya-karya Basoeki banyak yang berbobot. Selama di Eropah yang kedua ini, Basoeki tampak sudah lebih matang. Karya-karyanya senantiasa menjadi sorotan media massa apabila ia mengadakan pameran. Misalnya dalam tahun 1946, dalam De Vrije Katheder di Amsterdam, pernah diturunkan satu tulisan dengan judul “Indonesia, door Javaan en Nederlander Gezien”.
Pada tanggal 6 September 1948 bertempat di Nieuw Kerk Amsterdam sewaktu penobatan Ratu Juliana, diadakan sayembara melukis dimana Basoeki Abdullah berhasil mengalahkan 87 pelukis Eropah, dan ia keluar sebagai Juara Umum. Ia melukis Ratu Juliana dan lukisannya itu hingga kini dipasang di Istana Soestdijk.
Adapaun lukisannya tentang Pangeran Diponegoro lahir di Den Haag tahun 1949, sewaktu sedang berlangsung K.M.B. Begitu juga ia melukis Bung Hatta, Ibu Rahmi Hatta, Mr. Mohamad Roem dan Sultan Hamid II di Den Haag sewaktu K.M.B.
Seperti di ketahui, selama di negeri Belanda, Basoeki seringkali berkeliling Eropah. Selain dia seorang pelukis juga pandai menari dan sering tampil dengan tarian wayang wong dengan membawakan sebagai Rahwana atau sebagai Hanoman. Dia tidak hanya menguasai soal kewayangan, budaya Jawa dimana ia berasal. Akan tetapi Basoeki Abdullah juga menggemari komposisi-komposisi Franz Schubert, Beethoven dan Paganini. Dengan demikian wawasannya sebagai seorang seniman cukup luas, dan tidak Jawa Sentris.
Dalam tahun 1946 British Press pernah menyiarkan pertunjukan wayang wong, dengan istilah “Javaansch Ballet”. Dalam tahun 1949, di Scheveningen Basoeki Abdullah pernah mengadakan sebuah pameran yang mendapat perhatian besar dari pers dan masyarakat Belanda. “Indonesische Schilder in Palace Hotel ge-exposeerd”.
Surat kabar Het Parool, edisi 4 Maret 1947 menulis “Indonesisch Schilderkunst in Rotterdam”. Media massa Al Palaxzo edisi 30 Oktober 1955 menulis “Mostra Indonesia”. O Benfica edisi 23 November 1956 menulis : “Encontros com artistas E’Escritores Basoeki Abdullah”. Media massa Novidades edisi 5 Pebruari 1956 menulis “A exposicao De Pintura de Basoeki Abdullah”.
Pernah Basoeki Abdullah berkunjung ke Spanyol, selain ia membuat sketsa-sketsa tempat-tempat bersejarah, arsitektur gaya Spanyol, pertunjukkan Banteng dengan Matador, ia juga tuangkan perjalanannya tersebut. Berupa kesan-kesan perjalanan kedalam sebuah seri artikel dengan judul : “Spanje gezien door een Indonesisch Schilder”, dimuat dalam “Wereld Nieuws” 25 e Jaargang No. 46, edisi 4 November 1953. Seri kedua berjudul : “Madrid en de Schatten van het Museo del Prado” (II). Seri ketiga berjudul : “Sterke Moorse invloeden zijn nog overal in Spanje her Kenbaar” (III). Seri keempat berjudul : “Barcelona, Stierengevechten en nog eits” (IV). Kemudian seri tulisannya yang terakhir berjudul : “Elke Spaanse Stad is een Museum op zichzelf” (V).
Roy Tjiahengan pernah menulis sebuah artikel dalam harian The Indonesian Observer, edisi No. 515 27 June dengan judul : “Indonesian Painter In Europe Basoeki Abdullah achieves great success”.
Dimanapun Basoeki Abdullah mengadakan pameran apakah di Indonesia, Eropah ataukah di Asia seperti Singapura, Tokyo dan Bangkok, senantiasa menjadi perhatian dan menempati halaman berbagai surat kabar, dan dikunjungi oleh pejabat tinggi dan tokoh-tokoh terkemuka serta masyarakat peminat seni lukis disana.
Sekalipun ia berkarya di Eropah, tahun 1959 Basoeki mengadakan pameran di Singapura. Ada media massa cetak yang menulis. “Artist’s Inspirations Monday’s Tete-a-Tete with Irene Lim, Two Lovely girls – Wedding Vows – Honour and obey”, dalam Singapore Standard edisi 16 February, 1959.
Dalam The Week Ender, ada judul “Pretty as A Picture”, edisi January 30, 1959. Ada juga disalah satu media asing yang menulis “Signature of the Indonesian Prince of Solo and His Wife”. Sewaktu Basoeki Abdullah akan mengadakan pameran di Tokyo, sk. The Mainchi edisi 7 June 1954 menulis berita “Indonesian artist’s exhibition to be held in Tokyo June 15-20.
Dengan demikian membuktikan, bahwa Basoeki Abdullah adalah pelukis Indonesia yang memiliki reputasi internasional periode kedua di negeri Belanda ini adalah masanya/kehidupan Basoeki dengan Maya, seorang seniman yang beristrikan seorang seniwati. Rumah tangga yang dibinanya sejak tahun 1944, ternyata berakhir dengan perceraian di tahun 1959. Di Tokyo, Basoeki Abdullah jatuh cinta dengan gadis Jepang, Miss Seistko Arima. Karena kelihatannya Basoeki cintanya serius, maka akhirnya keduanya berpisah, Maya kembali ke negeri Belanda, sedangkan Basoeki Abdullah dari Tokyo terbang ke Muangthai.
Basoeki Abdullah "Pelukis Istana Raja"
Sewaktu ia memenangkan lomba lukis pada penobatan Ratu Juliana tahun 1948, kemudian ia diterima oleh Ratu dan diajak minum teh bersama. Hal mana merupakan kesempatan yang jarang terjadi. Apalagi bagi Basoeki Abdullah sebagai pelukis Indonesia, yang selama 350 tahun dijajah Belanda. Sudah barang tentu peristiwa ini merupakan kenangan manis yang amat membanggakan hati. Siapa menyangka anak Solo yang sering semadi di Parang Tritis cucu Dokter Wahidin Sudirohusodo, putera Raden Abdullah seorang pelukis naturalis, dapat duduk berdampingan dengan seorang Ratu Belanda, sungguh diluar impiannya.
Di satu pihak ia merasa bangga dapat mengalahkan 87 pelukis Eropa untuk melukis Ratu Juliana. Tapi dilain pihak hatinya menderita. Sebab pada tanggal 19 Desember 1948, sekitar 3 bulan sesudah ia menang dan minum teh bersama Ratu Juliana, Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua. Ibukota Yogyakarta diduduki dan para pemimpin kita seperti Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sjahrir dan Haji Agus Salim ditawan. Sebagai seorang Indonesia tentu Basoeki Abdullah juga mempunyai rasa nasionalisme. Meskipun ia beristrikan wanita Belanda dan menetap disana. Pasti dalam hati nuraninya terketuk juga rasa kebangsaannya yang dilukai oleh Belanda.
Tahun 1962 Basoeki melangkah maju, ia berangkat ke Muangthai atas ajakan Surathun Nunnag, seorang sahabatnya dan masih keluarga Raja Bhumibol Aduljadej. Semula Raja minta agar ia melukisnya, ternyata hasil lukisannya dinilai baik. Sehingga keluarga Raja Bhumibol Aduljadej dan Ratu Mon Raachawong Sirikit merasa tertarik terhadap hasil lukisan Basoeki Abdullah. Untuk itu Raja mengharapkan, agar Basoeki tetap tinggal di Bangkok, agar sewaktu-waktu mudah dipanggil untuk melukis. Permintaan Raja Muangthai ini diterima, dan ia memperoleh berbagai fasilitas.
Ia diberi rumah di Soi, Ekarmai, Bangkok. Selain itu ia juga diberi studio di Istana Chitralada. Di istana Poporo, pelukis Indonesia Basoeki Abdullah berhasil menempati posisi yang sangat terhormat. Raja Bhumibol Aduljadej berkenan untuk menggantikan sebagian besar lukisan-lukisan yang tergantung di Istana yang sudah ada dan dilukis pelukis lain, untuk ditukar dengan lukisan-lukisan karya Basoeki Abdullah.
Dalam satu minggu, ia hanya kerja di Istana 3 hari, yaitu Senin, Rabu dan Jum’at. Untuk itu ia menurut Nataya memperoleh gaji sekitar 300 sampai 500 US Dolar per bulan, belum lukisan extra.
Patut dicatat disini, lukisan dari King Rama I-VII, adalah karya pelukis Eropa. Adapun satu-satunya pelukis Indonesia adalah Basoeki Abdullah. Ia melukis King Anand Mahidon VIII, Raja Bhumibol Aduljadej dan Ratu Sirikit, Crown Prince Wachilalongkorn, Princess Mother (ibunya Raja). Lukisan-lukisan karya Basoeki Abdullah banyak menghiasi istana Raja, misalnya di Chakli Palace, Chitralada Palace dan Pattina Palace.
Mengingat sumbangan dan karya-karya lukisannya yang berkenan di hati Raja, maka oleh Raja Bhumibol Aduljadej, Basoeki Abdullah dianugerahi Bintang Penghargaan “Poporo”. Selain itu dalam sebuah surat penghargaan dari Istana Raja Muangthai, berbunyi adalah sebagai berikut :
“This document is to confirm that Raden Basoeki Abdullah has been in the service of the royal household of His Majesty the King, during which period his comminssioned to paint the portraits of his Majesty the king, Her Majesty the Queen and the Royal Children as well as another members of the Royal Family. The paintings were accomplished to the satisfaction of Their Majesties, and the Royal portrait now stand in the Chakri Half in the Grand palace”.
Demikian surat penghargaan tertanggal 19 Novmber 1969 yang diterima Basoeki Abdullah dari “The Household Grand Palace” di Bangkok.
Surat Penghargaan ini selain merupakan pengakuan, juga menjadi bukti betapa tingginya karya seni lukis dari pelukis Indonesia yang bernama Basoeki Abdullah ini.
Basoeki Abdullah juga pernah dalam tahun 1963 melukis keluarga pangeran Norodom Sihanouk di Kamboja. Dalam tahun 1968, Presiden Ferdinand Marcos dan Imelda Marcos berkunjung ke Istana Poporo dan Chitralada. Sewaktu melihat dan menikmati lukisan karya Basoeki Abdullah, Imelda Marcos tampak mengaguminya.
Dalam tahun 1977 Basoeki pergi ke Filipina untuk melukis Presiden Ferdinand Marcos dan Ny. Imelda Marcos. Dalam tahun 1983, Basoeki Abdullah juga melukis Sultan Bolkiah dari Brunei Darussalam dan permaisuri. Dia dijuluki sebagai “Mr. Twenty Minutes” oleh Sultan Bolkiah.
Dengan demikian, maka Basoeki Abdullah adalah pelukis Raja, Sultan maupun Presiden baik di Indonesia maupun beberapa Negara di Eropa dan Asia.
Kembali Ke Pangkuan Ibu Pertiwi
Sebagai contoh misalnya, Basoeki Abdullah sudah sekian lama merantau dan tinggal di Eropa, menetap di Muangthai sekitar 13 tahun. Akhirnya ia pulang kembali ke Indonesia. Betapapun cantiknya negeri orang, masih lebih cantik Tanah Air sendiri.
Siapakah yang menghimbau Basoeki Abdullah untuk pulang ke tanah air? Ada yang bilang, atas saran mendiang Adam Malik. Entah mana yang benar. Tapi menurut Nataya.
“Bapak (maksudnya Basoeki Abdullah) sendiri memang kepingin kembali ke Indonesia. Sebab kalau terlalu lama tinggal di Istana (maksudnya istana Raja di Muangthai), orang bisa lupa sama saya”, ujar Nataya Nareerat menirukan kata suaminya.
Walhasil dalam tahun 1974, Basoeki Abdullah pulang kembali ke Indonesia. Akan tetapi sebelumnya ia mengadakan Pameran Lukisan dengan tema “Beautiful Thailand and Indonesia”, tahun 1973 bertempat di Dusit Thani Hotel dan diresmikan oleh Raja Bhumibol Aduljadej dan Ratu Sirikit.
Sesudah itu dalam tahun 1974 itu pula Basoeki Abdullah pulang ke Indonesia. Setibanya di Jakarta, ia selama 3 bulan ditampung oleh Gubernur DKI Ali Sadikin, dan ditempatkan di Jl. Taman Suropati 1, Jakarta tempat kediaman resmi gubernur DKI.
Akan tetapi Ali Sadikin merasa heran mengapa tanggapan dari seniman dan pelukis di Jakarta waktu itu terasa dingin. Sampai Gubernur memperkenalkan Basoeki Abdullah kepada para seniman di Taman Ismail Marzuki. Sambutannya sungguh di luar dugaan, tampak adem. Sehingga Ali Sadikin berpikir apa sebabnya. Kemudian ia bertanya di mana Basoeki Abdullah semasa revolusi?
Ternyata dia berada di Negeri Belanda. Pantas kalau begitu para seniman sambutannya dingin. Barangkali mereka berpendapat, bahwa Basoeki tidak ikut revolusi. Bukan karena mereka iri. *)
Mengenai hal ini memang pernah menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat. Terlepas dari pada itu semua, ada baiknya kita secara jujur meneliti hal ini. Pertama kali kita sebaiknya memaklumi, bahwa seorang seniman dan pelukis caliber Basoeki Abdullah yang suka glamour, senang hidup dalam kecukupan, mapan, suka jalan-jalan dan makan ala Barat dari satu restaurant ke lain restaurant, maklum dia biasa hidup di Eropa. Ditambah lagi ia mempunyai isteri orang Belanda. Faktor-faktor ini mungkin mendorongnya memilih lebih baik tinggal di Negeri Belanda. Daripada tinggal di Indonesia, keadaan tidak menentu. Dikhawatirkan ia tidak bisa berkarya dengan bebas.
Meskipun demikian tidak berarti bahwa Basoeki Abdullah tidak memiliki rasa nasionalisme dan patriotism. Dengan cara serta gayanya sendiri sebagai seorang seniman, dia bisa berbuat sesuatu untuk mengangkat nama Bangsa Indonesia melaluli profesinya. Hal ini dibuktikan melalui karya-karyanya sepanjang hayatnya. Sebagai Duta Seni, Basoeki Abdullah lebih bebas melalui kanvasnya untuk mengangkat nama Indonesia di mata dunia international. Dia berjuang bukan dengan senapan, tidak pula dengan penanya. Bukan di gedung DPR, MPR ataupun PBB ia berjuang. Bukan di Gunung dan lembah ataupun desa tempat ia bergerilya.
Akan tetapi di tempat-tempat Pameran di Eropa maupun di Asia, serta di sudut dunia manapun adalah merupakan lahan dan tempatnya ia menggelar kemampuannya sebagai putera Indonesia, dengan kanvas di tangan sebagai senjata yang ampuh, Basoeki Abdullah melukis dan berkarya untuk kepentingan Bangsa, guna menggalang persahabatan di antara Bangsa-Bangsa. Ia berjuang untuk mengangkat nama Bangsanya, kemanusiaan dan demi perdamaian Dunia.
“Saya memang sengaja tidak hanya bekerja di Indonesia saja, karena saya ingin selalu lebih berkembang untuk itu pengalaman seni sekaligus pengalaman hidup.” Demikian pernah dikatakan Basoeki Abdullah kepada Sidhawaty.
Sesungguhnya wawasannya yang dimilikinya dan sasaran yang hendak dicapai oleh Basoeki Abdullah jauh lebih luas dan lebih tinggi kadar serta bobotnya. Sekalipun ia berada di perantauan, hidup di negeri orang. Tapi tidak berarti dia tidak cinta Tanah Air dan bukan bukan berarti ia tidak memiliki rasa kebangsaan. Dari hasil karya-karyanya saja membuktikan, bahwa ia adalah seorang nasionalis yang humanis dan berwawasan yang luas. Ia sadar, bahwa bagaimana pun sesungguhnya “Mankind is One”.
Tanpa menyadari hal ini, maka sulit kita dapat mengerti dan memahami jalan pikiran Seniman besar itu.
CasperQQ Situs Domino QQ Online Terbaik dan Terpercaya menerima pendaftaran Judi Poker Deposit Via Pulsa Telkomsel, XL, Axis, Poker pulsa Online indonesia Terpercaya Tanpa BOT.
BalasHapusSitus Domino QQ Online
Judi Poker Pulsa
Poker deposit Pulsa
Pulsa Telkomsel
Agen Poker Terpercaya